Latest Post

SK PEMBERHENTIAN RIFIANTI DARI KEMENDIKBUD DIDUGA “BODONG”

Written By Pojok Berita on Senin, 10 Februari 2014 | 12.38

Simpang siur surat menyurat antara Kemendikbud dan Badan Kepegawaian Negara di indikasikan sebagai permainan pejabat.

Illustrasi
Jakarta, Beberapa waktu lalu masyarakat yang tergabung dalam Tim Peduli Untuk Rifianti (TEMPUR) telah mencoba mencari keterangan terkait perkara Rifianti seorang guru TK yang terombang-ambing .

Menurut keterangan, Rifianti mengabdi menjadi guru TK sejak tahun 1983 sampai dengan 1998. Karena sakit-sakitan Rifianti meminta atasannya untuk dialihkan jenis kepegawaiannya yang semula guru menjadi Pegawai Negeri Sipil Biasa. Namun, menurut keterangan, atasan Rifianti malah menyuruh untuk mengundurkan diri. Karena dijanjikan akan diaktifkan kembali, maka Rifianti pun mengikuti saran yang diberikan atasannya tersebut.

Bagi TEMPUR, dari tahun ke tahun perkara ini sungguh membingungkan. Pasalnya surat-surat yang berisi status kepegawaian Rifianti simpang siur, mulai dari Surat Keputusan Menteri Pendidikan Nasional pada bulan oktober 1998 yang tidak tercantum tanggalnya yang dikeluarkan oleh Kementerian Pendidikan Nasional yang isi nya memberhentikan dengan hormat sebagai Pegawai Negeri Sipil atas permintaan sendiri Pegawai Negeri Sipil yang namanya tersebut dalam lajur 2 terhitung mulai tanggal tersebut dalam lajur 8.

Menurut TEMPUR, dari surat tersebut, apakah pantas kementerian yang menaungi Pendidikan dalam membuat surat keputusan tidak memberikan tanggal, dan menurut hukum surat tersebut batal demi hukum. Pada surat tersebut salah satu tembusannya diberikan kepada Kepala Badan Administrasi Kepegawaian Negara. Apakah sah suatu keputusan pejabat Negara tanpa memberikan tanggal sebagai kepastian hukum suatu keputusan.

Makin tidak jelas saja surat keputusan tersebut, karena pada tahun 2000 dan 2008 keluar Surat Keputusan Kepala Badan Kepegawaian Negara tentang peralihan jenis pegawainya dan NIP baru bagi PNS.

Menurut data yang diterima, bahwa pada tanggal 29 Desember 2000 Badan Kepegawaian Negara ( BKN ) memutuskan dengan memperhatikan Usul Kakanwil Depdiknas DKI Jakarta nomor 44434/a2.1.6/KP/2000 tgl 31 -10-2000, bahwa Rifianti terhitung mulai 1 Januari 2001 dialihkan Jenis Kepegawaianya menjadi Pegawai Negeri Sipil Daerah pada Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.

Padahal, Rifianti sudah 25 bulan sejak dikeluarkannya Surat Keputusan Menteri Pendidikan Nasional pada Oktober 1998 diberhentikan menjadi PNS sampai tahun 2000 tentang peralihan jenis kepegawaian Rifianti menjadi Pegawai Negeri Sipil Daerah pada Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.Aneh..!!.

Diduga, Surat Keputusan Menteri Pendidikan Nasional yang berisi tentang pemberhentian Rifianti “Bodong”, pasalnya pada 20 Juni 2006 BKN mengirimkan surat kepada Kepala Dinas Pendidikan Dasar DKI Jakarta. Ini menunjukan bahwa BKN tidak tahu menahu tentang status RIFIANTI.

Ini menunjukan suatu keanehan yang sangat luar biasa, Surat tanggal 29 Desember 2000 BKN  yang menaungi BKD seluruh Indonesia, pada saat memberikan surat keputusan, bahwa Rifianti terhitung mulai 1 Januari 2001 dialihkan Jenis Kepegawaianya menjadi Pegawai Negeri Sipil Daerah pada Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, seharusnya Surat yang berkaitan dengan Rifianti sudah berada di BKD Propinsi DKI Jakarta.

Pada 6 Oktober 2008 lagi-lagi BKN memberikan keputusan bahwa Rifianti memiliki NIP baru. Dari tahun 2000 sampai dengan tahun 2008 SK NIP baru Rifianti diterbitkan, menunjukkan bahwa Rifianti masih tercatat sebagai Pegawai Negeri Sipil, seharusnya jika Rifianti memang sudah diberhentikan pada tahun 1998, dengan waktu yang begitu lama nama Rifianti tidak akan muncul sebagai penerima NIP baru dari Badan Kepegawaian Negara.

Hal-hal ganjil tersebut membuat Rifianti mengirim surat kepada Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Republik Indonesia, yang kemudian dijawab dengan isi yang intinya sangat jelas, ada kejanggalan pada perkara RIFIANTI. (wali)

SBY Mau Menangkap Saya, Hanya Karena Beda Pendapat

Written By Unknown on Selasa, 28 Januari 2014 | 09.34

SBY VS  Rizal Ramli
LIBASS - Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) melalui kuasa hukumnya melayangkan surat somasi kepada mantan Menteri Koordinator bidang Perekonomian dan Menteri Keuangan, Rizal Ramli. Somasi dilakukan karena Rizal menuding adanya gratifikasi jabatan yang diberikan kepada Wakil Presiden Boediono atas bailout Bank Century.

Namun, Rizal Ramli membalas somasi itu dengan permintaan klarifikasi tentang status kuasa hukum SBY.

Rizal menceritakan, mulanya dia dan SBY adalah bersahabat. Persahabatan itu dimulai ketika Rizal turut membantu SBY sebagai tim sukses pada kampanye Pemilu Presiden 2004.

"Tadinya saya itu turut membantu menjadi Tim Sukses Wiranto dan Gus Dur. Lalu, saya dihubungi sama Pak SBY, saya diminta bantu dia," ujar Rizal di Jakarta, Senin (27/1/2014).

Namun, dalam perjalanan perpolitikan Indonesia, perbedaan pandangan atau perselisihan itu muncul, khususnya mengenai cara pandang sistem ekonomi.

Rizal mengaku dapat mengerti tuduhan-tuduhan hingga somasi yang dilakukan itu karena Presiden SBY sedang galau atas banyaknya masalah yang ada di pemerintahanya. Ia berharap Presiden SBY diberi kekuatan dan bisa melakukan introspeksi diri.

Rizal mengaku prihatin, sedih, sekaligus kecewa dengan SBY yang notabene-nya adalah sahabatnya, justru sampai hati menuduh hingga melakukan somasi kepada dirinya. Padahal, banyak sedikit Rizal merasa pernah membantu SBY.

"Saya bantuin dia pidato, 'Pro Growth Pro Job' itu dari kami. Waktu itu dia dipanggil jadi Menteri Pertambangan, dia memanggil saya. Sedih dia karena enggak mengerti tentang tambang. Lalu, saya yang menyusun program dia untuk satu tahun awal. Ketika SBY terpilih sebagai presiden tapi belum dilantik, dia panggil saya, karena saat itu stok BBM kurang dari dua hari. SBY takut pas dia dilantik tidak ada BBM. Saya bingung, kok dia tanya ke saya. Dia bilang, 'Saya percaya Pak Rizal bisa mengatasi'. Begitu," paparnya.

"Makanya, sekarang saya bingung, kok bisa-bisanya dia mem-begini-kan saya. Saya betul-betul enggak mengerti. Tega-teganya, kita kan cuma berbeda pendapat, kok ya jadi mau nangkep saya seperti ini?" imbuhnya.

Rizal menegaskan, akan terus bersikap kritis bila ekonomi Indonesia terus dibawa ke arah neoliberal. Ia pun sudah siap terhadap berbagai risiko atas kritik tersebut, termasuk dibui.
"Sikap kritis saya sudah sejak mahasiswa. Saya pernah dipenjara di Sukamiskin. Ingat, ini bukan negara otoriter," tegasnya. 

Mahfud MD: Yusril Marah Pasti Ada Kepentingan Politiknya

Mahfud MD
LIBASS - Kejengkelan Yusril Ihza Mahendra karena keputusan Mahkamah Konstitusi terkait Undang-Undang Pemilihan Presiden baru berlaku pada Pemilu 2019, dinilai bermuatan politis.

Bahkan, Mantan Ketua MK Mahfud MD menilai, Yusril marah terkait hal tersebut karena ada kepentingan politiknya yang terganggu.

"Dia (Yusril) marah karena keputusan MK itu baru diberlakukan tahun 2019. Karena keputusan MK tentang UU Pilpres itu merupakan kepentingan politiknya," kata Mahfud MD kepada awah media, saat di Jepang, Senin (27/1/2014).

Mahfud menjelaskan, orang yang kali pertama mengajukan uji materiil terhadap UU Pilpres itu adalah Fadil Nurahman.

Pada tahun 2009 silam, Fadil meminta MK mengajukan judicial review terhadap UU itu agar calon presiden tidak hanya bisa diajukan partai politik, tapi juga dari jalur perseorangan atau independen.

Namun, kata Mahfud yang kala itu masih menjabat sebagai Ketua MK, permintaan Fadil itu ditolak. "Alasannya, menurut UUD 1945, calon presiden diajukan partai politik. Jadi kalau mau mengubahnya, harus ubah UUD dulu," imbuhnya.

Setelah Fadil, baru Yusril mengajukan permohonan agar pilpres tidak memakai sistem threshold partai politik di parlemen. Yusril meminta MK menurunkan persenase threshold parpol yang berhak mengajukan capres.

"Tapi, MK tak bisa kalau menentukan angka. Itu kan urusan DPR berdasarkan kebijakan hukum terbuka. Kalau terbuka, pasti konstitusional dan ketentuan politiknya berubah dari 20 jadi 5 persen, misalnya, itu jelas urusan politik dan urusan DPR bukan urusan MK, makanya MK menolak," tuturnya.

Selanjutnya, terus Mahfud, ada permohonan dari berbagai LSM agar calon presiden bisa diajukan organisasi massa, ketua adat dan sebagainya. "Hal ini jelas semakin tidak ada dasar hukumnya."

Kemudian, baru ada permohonan dari Effendi Gazali yang memunyai alasan baru dan masuk akal, yakni pemilihan anggota legislatif dan presiden harus digelar secara serentak.


"Menurut sejarah perumusan UUD, pemilihan presiden dan wakil presiden bersama pemilihan DPR itu satu paket, sama serentak. Benar. Maka, saat saya jadi Ketua MK, 26 maret 2013, sudah saya putus dan harus segera disampaikan ke publik masalah ini. 
 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2013. LIBASS Online - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger